RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Total 52 RUU Disepakati

Jakarta – Pemerintah bersama DPR RI dan DPD RI resmi menyepakati 52 Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Perubahan Kedua Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2025, termasuk RUU tentang Perampasan Aset yang menjadi perhatian publik. Selain itu, lima RUU kumulatif terbuka turut dimasukkan dalam daftar.

Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Pengambilan Keputusan RUU Prolegnas 2025–2026 yang digelar di Ruang Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kamis (18/9/2025), dengan dihadiri perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Baleg DPR RI, dan DPD RI.

Rapat juga menetapkan Prolegnas RUU Prioritas 2026 yang memuat 67 RUU dan lima RUU kumulatif terbuka. Sementara itu, Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029 mencakup 198 RUU, ditambah lima RUU kumulatif terbuka.

RUU Perampasan Aset tercantum bersama sejumlah RUU strategis lain seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Jika tidak tuntas dibahas tahun depan, RUU tersebut akan dilanjutkan ke tahun 2026.

“Kami sepakat bahwa Prolegnas Prioritas 2025 yang akan disetujui bersama pada Pembahasan Tingkat II akan dievaluasi kembali pada Desember 2025 atau Januari 2026,” ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej.

Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI dan Ketua Panitia Kerja (Panja), Martin Manurung, menjelaskan bahwa penetapan Prolegnas 2026 mempertimbangkan sejumlah indikator, termasuk RUU yang sudah memasuki tahap Pembicaraan Tingkat I, menunggu Surat Presiden (Surpres), serta yang telah selesai diharmonisasi dan dibulatkan di Baleg DPR.

“Kami juga mempertimbangkan RUU dalam tahap harmonisasi, daftar tunggu, dan usulan baru yang masuk Prolegnas 2025–2029 dan memiliki urgensi tertentu,” jelas Martin.

Dalam rapat Panja sebelumnya di hari yang sama, Wamenkumham Eddy Hiariej menekankan pentingnya percepatan pembahasan RUU tentang Perubahan atas KUHAP, RUU tentang Penyesuaian Ketentuan Pidana, dan RUU tentang Pelaksanaan Pidana Mati agar dapat disahkan sebelum KUHP baru berlaku pada 2 Januari 2026.

“Kalau RUU KUHAP tidak disahkan, bisa muncul implikasi serius. Misalnya, semua tahanan di kepolisian dan kejaksaan berisiko dibebaskan karena dasar hukum penahanannya merujuk pada KUHP lama. Ini bisa melemahkan legitimasi aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa,” tegas Eddy.

Dengan ditetapkannya Prolegnas ini, agenda legislasi nasional dipastikan akan diwarnai pembahasan sejumlah RUU strategis terkait reformasi hukum, pemidanaan, perlindungan tenaga kerja, hingga pengelolaan aset hasil tindak pidana.